Cerpen 22

Nostalgia(3)

Oleh: ALU
"Duh, lalat ini..." Fina dan Devi yang duduk di sebelah jendela kaca, terganggu suara kepakan sayap lalat. 

"Hiih jadi nggak fokus ndengerin Pak Jum!" Devi mencoba memukul-mukul lalat yang ada di kusen jendela menggunakan bukunya. 

"Eh, nggak bisa Dev, lalat itu punya 1000 mata... " Fina yang saat itu masih kelas dua sok-sok-an menyampaikan materi kakaknya yang kebetulan kemarin dia baca. 

"Lha berisik... " Devi masih tetap berusaha memukul lalat tersebut, Fina menatapnya prihatin. Mana mungkin bisa, pikirnya. Plak! Akhirnya buku Devi mengenai si lalat. Fina tercengang dan menatap bangkai lalat yang yang tergeprek itu, menampakkan darahnya yang berwarna putih kekuningan. 

"Bisa kan... Hehe. " Ucap Devi bangga. 

"Sekarang coba, ayo Fina, misalkan saya nun mati, kamu hamzah, kalau ketemu namanya apa? " Tiba-tiba Pak Jum melemparkan pertanyaan. 'Mati kau Fin, dari tadi tidak memperhatikan cerita Pak Jum!' batinnya.

"Tapi saya bukan Hamzah (paman Nabi Muhammad) Pak... "

"Misalkan saya ini nun mati, kamu hamzah, huruf hijaiyah, kalau ketemu namanya apa?" 

"Eee... Ketemuan Pak?"

"Loh bukan ketemuan... Ini bahas tajwid Fin." Fina hanya plonga-plongo, sementara Nanda dengan antusiasnya mengangkat tangan seperti Hermione. 

"Tidak tahu Pak... "

"Jangan bilang 'nggak tahu' tapi 'belum tahu'. Ayo coba Nanda, apa namanya kalau nun mati ketemu hamzah?"

"Izhar halqi." Jawab Nanda. 

"Nah benar, diingat-ingat yaa semuanya, jadi kalau nun mati bertemu huruf hamzah, kha', kho', ain, ghain, ha' disebut izhar halqi, izhar artinya jelas dan halqi artinya tenggorokan, jadi maksudnya... " Lanjutan penjelasan Pak Jum tidak terlalu Fina pahami karena teralihkan mendengar pembicaraan anak-anak yang masih mengantre setoran bacaan iqro' di Bu Roicha. 

"Siapa yang tahu gambar orang yang di belakang sampul iqro' ini siapa?" Tanya Faisal, anak berpeci hitam.

"Allah?" Jawab Ihsan dengan polos, sambil membenarkan peci jingganya yang miring.

"Ngawur! Ya bukan lah, Allah itu kan yang ٱللَّهَ bukan manusia." Sahut Wildan.

"Ooiya se, lha terus siapa? Masa hantu?" Tebak Ihsan.

"Nggak tahu se..." Faisal tidak begitu yakin, walaupun menurutnya jawaban 'hantu' itu memang yang paling masuk akal karena gambarnya blur.

"Halah nggak tahu aja sok-sok-an ngasih tebakan!" Timpal Wildan.

"Lha aku tanya kok bukan ngasih tebakan, wekk." Faisal tidak mau kalah. Mendengar percakapan tersebut, Fina juga setuju dengan jawaban 'hantu' atau lebih tepatnya gambar orang yang sudah meninggal, seperti yang sering dia lihat di buku tahlil. 'Tapi memangnya beliau siapa kok bukunya sampai disini? Oh mungkin temannya Pak Dahlan (imam mushola)' pikirnya.

    Qiroah maghrib mulai berkumandang, setelah membaca doa kafaratul majlis, anak-anak yang sudah besar membantu memasang karpet untuk takjil dan tarawih nanti, sedangkan yang lebih kecil mengambil wudhu dan bersiap menyambut takjil teh panas Bu Maryam dengan cangkir warna-warninya dan tentu saja tempe goreng Bu Suni. Waktu berbuka pun tiba, setelah melepas dahaga dan mengganjal perut, mereka sholat, kemudian jika tidak ada takjil yang tersisa untuk direbutkan anak-anak langsung pulang ke rumah masing-masing. 

*******

"Fin, udah qiroah isya, cepet berangkat sebelum depan tiang ditempati Bu Mamik!" Teriak Ibu. 

"Assalamualaikum." Fina langsung berlari sambil membawa 4 sajadah dan 1 kursi untuk neneknya begitu mengingat saingan (Bu Mamik) dalam memperebutkan spot depan tiang mushola. 

     Mengingat usia Bu Mamik yang sudah pensiun sebenarnya tidak bisa dikatakan jika beliau adalah saingan Fina, tapi pernah suatu hari saat tarawih beliau menempati dulu bagian depan tiang mushola, sehingga nenek Fina (77 tahun) yang sholat menggunakan kursi plastik jadi tidak bisa bersandar, oleh sebab itu bahkan sebelum qiroah terkadang Fina sudah stand by di mushola menjaga bagian depan tiang untuk neneknya. 

     Saat melewati tikungan dekat rumah Bu Suni, Fina mempercepat langkahnya karena kemarin saat tarawih mendengar cerita dari Bu Haji kalau ada 1 daun yang bergoyang-goyang sendiri padahal yang lainnya diam dan waktu itu tidak sedang ada angin. Apalagi setelah mengingat sampul belakang iqro, 'bagaimana kalau pak itu ternyata memang hantu dan nanti bisa keluar dari gorong-gorong gelap disana?' pikirnya. Entah kenapa setelah memikirkan hal tersebut waktu jadi berjalan lambat, walaupun Fina berlari tapi seperti tidak sampai-sampai. Akhirnya saat melihat pancaran lampu rumah Devi yang sangat terang karena baru pindahan, Fina menjadi agak tenang dan teringat pesan Pak Jum jika di bulan Ramadhan seperti ini semua setan dikurung Allah. Tapi Fina buru-buru mempercepat langkahnya lagi saat melihat mukena Bu Mamik di ujung gang yang sedang menuju ke mushola! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku "Kosmos"